Saturday, July 18, 2009

Irjen Pol (Purn) dr. Hadiman SH, MBA, MSc mengakui, banyak sekali dokter yang mulai lupa sumpah dokter yang pernah diucapkan. Alhasil, dokter-dokter arogan dan miskin sopan santunlah yang akhirnya terlahir. Tak heran jika keluhan pasien pun bermunculan.
Menurutnya, kasus-kasus yang menyudutkan pihak dokter maupun rumah sakit memang sudah tidak aneh lagi. Mulai dari malpraktik, pelayanan yang tidak maksimal, pembodohan pasien, sampai kasus Prita yang dipidanakan gara-gara mengkritik pelayanan sebuah rumah sakit.
Munculnya kasus demikian, kata dr Hadiman, sebenarnya merupakan cermin betapa rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal inilah yang menjadi keprihatinan dan tantangan yang harus dihadapi dokter-dokter Indonesia.
"Seorang dokter dikatakan bermutu jika mempunyai empat kriteria yaitu kemampuan teknis profesi, komunikasi, human relation dan kode etik. Jika keempat faktor itu sudah dimiliki, barulah disebut dokter beradab dan berbudaya," ujar dr. Hadiman.
Prof. dr. Djoko Widodo, DTM&H, SpPD, KPTI sebagai ketua Iluni pun berharap sikap dan kualitas dokter-dokter Indonesia lebih ditingkatkan. "Salah satu caranya mungkin kita akan memasukkan pendidikan moral di kurikulum perkuliahan," ujarnya.
Acara yang menjadi ajang curhat dan diskusi seputar kualitas dokter saat ini juga seakan ingin menyadarkan para dokter bahwa profesi yang melekat di balik jas putihnya itu bukan semata-mata mencari keuntungan saja, tapi juga sebagai bentuk ibadah.
"Sekarang ini sudah zaman edan. Dokternya edan, rumah sakitnya edan, farmasinya edan, semuanya edan. Kalau nggak edan, bakal kelaparan," celetuk Hadiman.
Maksud ucapan tersebut, mungkin semua orang saat ini berlomba-lomba mencari kekayaan, kepopuleran dan memanfaatkan posisi yang ada, bukan untuk tujuan kemanusiaan, kasih sayang dan ibadah.
"Saya pernah datang ke rumah pasien pada suatu malam dalam keadaan hujan deras, ternyata pasien tersebut adalah seorang tukang becak. Saya pun tidak menarik bayaran. Tapi bila yang memanggil adalah orang kaya, saya akan kenakan tarifnya 5 kali lipat tarif biasa," ujar dr. Kahar Tjandra, SpPK.
Terkadang pelayanan dokter disesuaikan dengan status pasien, apakah orang kecil, pejabat, ras, dan faktor lainnya. Pelanggaran kode etik dalam skala kecil pun sering dilakukan.
"Ada dokter yang memeriksa pasien sambil merokok, menerima telpon di depan pasien, memeriksa pasien beramai-ramai, atau bahkan mencelakakan pasien dengan alat kedokteran yang tidak mereka pahami, serta pelanggaran lainnya," jelas Hadiman.
Akibatnya hubungan pasien dan dokter pun menjadi tidak harmonis dan mencair, karena segala sesuatunya dikomersialisasikan. Padahal kepercayaan pasienlah yang seharusnya dijaga oleh jasa penyediaan medis.
"Kasus Prita pun sebenarnya tidak perlu terjadi jika para dokternya memiliki empat kriteria tadi. Mungkin sebaiknya pendidikan moral untuk mahasiswa kedokteran memang diperlukan," ujar Hadiman.
Iluni FKUI kata Kahar, ditantang untuk mampu mendorong dokter-dokter untuk terus meningkatkan kebersamaan, kesejawatan dan kesantunan.
"Saya menganjurkan agar tiap alumni mengambil satu anak asuh untuk dididik, karena dengan begitu mereka-mereka yang tidak mampu akan tertolong dan dapat melanjutkan pendidikan kedokterannya," ujar Kahar.
"Kita juga dapat menanamkan nilai-nilai moral, kasih sayang, jujur dan kerja keras untuk bekal mereka bekerja nantinya, sehingga sikap dan kualitas dokter-dokter kita tidak akan memalukan," pungkasnya.
Sumber : detik.com
Labels: Kegiatan