<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d2107064986175153332\x26blogName\x3dIndonesian+National+Nurses+Associatio...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://inna-k.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttps://inna-k.blogspot.com/\x26vt\x3d-3270315149446403483', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Indonesian National Nurses Association in Kuwait (INNA-K)


Sambutan Ketua INNA-K Periode 2012 - 2017
Selamat datang di website Indonesian National Nurses Association in Kuwait (INNA-K).
INNA-K terbentuk pada tanggal 11 Mei 2006 dengan kepengurusan yang tersebar di beberapa region negara Kuwait. Persatuan Perawat Indonesia di Kuwait sebelumnya telah terhimpun dalam satu wadah organisasi yang bernama APIK (Assosiasi Perawat Indonesia di Kuwait) sejak tahun 1994, Berdasarkan musyawarah bersama yang dihadiri oleh kepengurusan organisasi periode 2006 - 2008 dan perwakilan anggota dari masing-masing region, Maka APIK berganti dengan nama INNA-K.

Website ini dibentuk dengan tujuan sebagai media informasi dan komunikasi melalui berbagi informasi dan berkomunikasi sesama Perawat tentang profile Perawat, Keperawatan dan Kesehatan dengan komunitas Keperawatan dan masyarakat luas, baik dalam lingkup Kuwait maupun International. Semoga kunjungan Anda bermanfaat dan dapat mengkomunikasikan informasi yang didapat pada rekan sejawat maupun masyarakat luas nantinya.

Atas nama Ketua Organisasi INNA/PPNI cabang Kuwait periode 2012 - 2017, Saya mengucapkan terima kasih atas kunjungannya. Website ini jauh dari kesempurnaannya, saran dan komentar Anda untuk kesempurnaannya merupakan kontribusi yang berharga bagi kami. Website ini adalah milik kita bersama, untuk itu diharapkan kepada Anda untuk membantu menyebarluaskan website ini kepada rekan sejawat dan masyarakat luas. Selamat bertugas! Semoga menjadi amal ibadah kita semua.

    Hormat Kami,

    Zulkifli Abdullah Usin, SKM
Monday, June 30, 2008
Oleh Syaifoel Hardy

Pendahuluan

Peluang kerja lulusan tenaga kesehatan Indonesia untuk bekerja di luar negeri terbuka lebar. Di Timur Tengah, Eropa, Amerika Serikat, Australia, Korea, Jepang serta negara-negara Asia lainnya. Mereka membutuhkan pasokan ratusan ribu nurses (Pusdiknakes, 2008, Online). Seharusnya kesempatan ini segera diantisiapsi oleh Indonesia sebagai negara berkembang dengan sumber daya manusia yang melimpah. Pendidikan nursing mestinya dipandang sebagai salah satu sektor yang prospektif. Menghasilkan tenaga kerja yang handal, bukan hanya siap bekerja di dalam negeri, namun juga memenuhi lowongan tenaga kesehatan di negara-negara maju.

Sayangnya, belum semua universitas mengelola sektor pendidikan ini dengan optimal. Padahal, kualifikasi yang dibutuhkan di luar negeri sangat tinggi. Calon pekerja harus memiliki standard minimal dan keterampilan sesuai perkembangan alat-alat modern. Saat ini terdapat 12 universitas negeri yang menyelenggarakan program pendidikan S1 nursing (Martono, Online, 2006). Sejalan dengan itu, jumlah lulusan Diploma 3 tak terbendung. Jumlah per tahunnya mencapai 35.000 (Martono, 2007).

Lulusan D3 yang bekerja di luar negeri juga menduduki prosentase terbesar. Di Kuwait misalnya, dari lebih dari 700 nurses kita yang ada, hanya 7 orang lulusan S1 (Martono, Online, 2006). Di Qatar, dari 60 nurses kita yang ada, hanya 5 orang yang mengantongi ijazah setingkat BSN (Suhendi, Personal Comm., 2008). Pada tahun 2014 nanti diharapkan tercapai S1 untuk semua nurses. Guna merespons tujuan tersebut, mereka tentu membutuhkan pengembangan dan peningkatan kompetensi melalui pendidikan formal.

Persoalannya, krisis ekonomi yang menghamtan negara kita sejak lengsernya Orde Baru 1998, tidak juga kunjung usai. Kenaikan harga BBM yang dibarengi dengan berbagai pergolakan politik berpengaruh besar terhadap berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali di sektor continuing education ini. Hampir setiap hari, ada saja sekolah yang rusak bangunan fisiknya (www.republika.co.id). Belum lagi persoalan supply tenaga pengajar serta perangkat lunak lainnya. Dampak kenaikan harga ini salah satunya membuat sebagian besar lulusan D3 nursing sulit melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Ditambah lagi begitu terbatasnya tempat duduk, waktu belajar dan transportasi. Lengkaplah sudah kesenjangan dunia pendidikan kita!

Sementara itu, hingga saat ini, Universitas Terbuka, satu-satunya lembaga pendidikan penyelenggara Distance Learning (DL), belum terdengar tanda-tanda bakal mewadahi minat 200 ribu lebih lulusan D3 nursing agar mereka bisa meneruskan pendidikan mereka ke jenjang sarjana (CHEA, 2001). Ini berarti, impian mereka untuk meningkatkan kompetensi profesinya makin kabur. Di pihak lain, sayangnya Pemerintah juga belum terlihat geregetnya mendukung program DL ini untuk nursing. Padahal, saat ini tidak kurang dari 2.6 juta website yang tersedia di internet yang memberikan informasi tentang DL untuk nursing (www.google.com).

Pemerintah kita di satu sisi membuka program belajar jarak jauh lewat UT. Tapi ironisnya, di sisi lain, dengan berbagai alasan, Pemerintah terlalu skeptik dalam memperlakukan lulusan DL program ini.

Pertanyaannya: mengapa kualitas lulusan DL bagi profesi nursing ini ‘masih’ diragukan?

Artikel ini berupaya menjawab fenomena ini dengan menganalisa pentingnya DL bagi nurses, kendala pengembangan kompetensi nurses di Indonesia, faktor-faktor penghambat DL, pemain kunci DL, serta problem –based learning sebagai sebuah pendekatan.

Pentingnya DL Bagi Nurse

Dari tahun ke tahun pertumbuhan dan perkembangan teknologi dunia kesehatan bertambah. Hal ini terjadi guna mengimbangi kebutuhan serta tuntutan pelayanan kesehatan masyarakat. Tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan ini hanya akan bisa dipenuhi apabila diimbangi oleh peningkatan kualitas pendidikan, termasuk di dalamnya nursing. Di Indonesia, persoalan kelanjutan pendidikan bagi lulusan D3 Keperawatan dilematis sekali.

Terbatasnya universitas yang menyelenggarakan pendidikan S1, biaya mahal serta ‘belum’ adanya niat kita untuk menebas kesenjangan ini melalui DL adalah beberapa yang bisa disebut. Kesulitan nurses menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi membuat keberadaan DL sebenarnya menjadi sebuah alternatif yang menarik. Dengan adanya fasilitas internet misalnya, nurses dapat memperoleh ilmu ‘gratis, mendapatkan ‘mitra’ baru dari berbagai negara, menghemat biaya yang jauh lebih murah, bahkan memperoleh ‘pengakuan’ masyarakat (Purbo, 2001).

Tidak kita pungkiri bahwa tahun-tahun terakhir ini terjadi peningkatan drastis pertumbuhan DL khususnya Online Learning (OL) di seluruh penjuru dunia. OL dianggap sebagai cara belajar yang cost-efective, scalable, fleksibel dan student-centered (Eurodl. 2004). Meski murah, namun bukan untuk sebagian besar lulusan D3 nursing kita di Indonesia, kecuali yang bekerja di luar negeri. Materi pembelajaran DL ditawarkan oleh banyak perguruan tinggi/universitas dengan menggunakan pendekatan student-oriented: berorientasi pada tempat di mana mereka bekerja. Artinya, materi pembelajaran tidak melulu pada teori, namun analisa praktek yang fleksibel.

Kita tidak dapat menutup mata, bahwa DL merupakan model pendidikan yang dapat diterima oleh banyak pihak. Kalau dunia kedokteran saja bisa, mengapa bersikap antipati pada pendidikan nursing? Banyak lembaga pendidikan nursing di belahan bumi (Amerika Serikat, Inggris, Australia, India hingga Malaysia) menyelenggrakan program serupa. Dengan bentuk pendidikan seperti ini nurses dapat menyelesaikan pendidikan mereka dengan tanpa menapakkan sejengkal kaki mereka di kampus. ‘Professionalism is an important outcome of nursing education’, kata Faison (2003).

Kendala Pengembangan Kompetensi Nurses di Indonesia

Dalam sebuah artikel ‘Logika Pendidikan Jarak Jauh’, Purbo (2001) mengungkapkan bahwa kenyataan hasil pendidikan di Indonesia selain biaya pendidikan yang mahal, sulit mencari perguruan tinggi yang terjangkau, juga tidak dapat menjamin adanya kemampuan kerja. Lebih lanjut diutarakan, bahwa lulusan S1 bukan tenaga terampil. Sementara kenyataan di pasar, banyak membutuhkan skilled workers (Purbo, 2001). Penghasilan nurses yang rendah, terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang menyediakan program S1, faktor waktu yang mengharuskan kerja sambil kuliah, serta letak geografis Indonesia; semua ini menjadi kendala besar yang dihadapi oleh mereka yang berkemauan keras ingin melanjutkan pendidikannya.

Pendapat Purbo (2001) barangkali tidak sepenuhnya benar, karena lulusan nursing tergolong ‘mudah’ mencari pekerjaan. Ribuan lowongan kerja tersebar luas di seluruh dunia (Pusdiknakes, 2008). Kesempatan bekerja di Arab Saudi, UAE, Qatar, Malaysia dan Singapore masih terbuka lebar di PT Milleneum Muda Mandiri (www.milleneummudamandiri.com). Itu menunjukkan bahwa peluang kerja bagi nurses masih lengang.

Namun demikian, tidak berarti bahwa keberangkatan ke luar negeri dalam mengisi ribuan lowongan tersebut bukan tanpa kendala. Mereka tetap membutuhkan syarat-syarat yang kompetitif. Di Department of Health & Medical Services-UAE (www.dohms.gov.ae) syarat minimum bagi nurses adalah Bachelor of Nursing (BSN). Hanya mereka yang memiliki persayaratan minimal yang bisa mengisi lowongan tersebut.

Sebagaimana diketahui, hingga saat ini hanya terdapat satu lembaga pendidikan yang menyediakan fasilitas pendidikan jarak jauh di Indonesia yakni Universitas Terbuka (CHEA, 2001). Dari lima fakultas yang ada, nursing tidak termasuk di dalamnya (UT, Online, 2008). Ketiadaan fakultas nursing di dalamnya berarti batu sandungan bagi lulusan D3 nursing. Meski begitu, ada hawa segar terhirup di Kuwait. Universitas Pajajaran untuk pertama-kalinya akan berusaha menjajaki kemungkinan dilaksanakannya program jarak jauh bagi nurses kita di Kuwait (Dimyati, Personal Comm., 2008). Program yang sama tersendat realisasinya dengan Universitas Indonesia tahun lalu (Martono, 2007).

Inilah sejumlah kendala yang membuat ruang gerak kita dalam berkompetisi dengan lulusan luar negeri seperti India dan Filipina, menjadi sempit. Lulusan S1 di negeri kita masih banyak untuk konsumsi dalam negeri, misalnya untuk posisi tenaga dosen atau senior di rumah sakit-rumah sakit.

Faktor-faktor Penghambat DL

DL tidak pernah dapat dipisahkan dengan komputer dan internet , disamping pemanfaatan voice, video, data, serta media cetak lainnya (Uidaho, 2008). Fasilitas ini yang menunjang kelancaran penyelenggaraan DL. Di Indonesia, meskipun DL sudah diperkenalkan sejak awal tahun 80-an dan banyak lembaga pendidikan yang mencoba menerapkan proses e-learning, di tengah-tengah krisis ekonomi, kendala di bawah ini tetap dirasakan besar pengaruhnya hingga sekarang:
  1. Infrastruktur yang kurang mendukung.
    Menurut Sulistyo-Basuki (2007) dari 223 juta orang jumlah penduduk Indonesia yang ada, hanya 20 juta yang memiliki fasilitas telepon. Padahal telepon adalah pra-syarat DL. Menggunakan telepon seluler sudah tentu kurang bijaksana, karena akan sangat mahal biayanya. Disamping itu pelanggan internet di Indonesia juga masih terbatas. Pada tahun 2004, tercatat 1.3 juta pelanggan dan 14 juta pengguna (Sulistyo-Basuki, 2007). Apalagi nurses kita banyak yang tinggal di daerah dan desa-desa di mana belum terjangkau oleh fasilitas tersebut. Distribusi infrastruktur yang demikian jelas akan mempersulit proses belajar mereka.
  2. Standard manajemen.
    Meskipun sebagian besar operator e-learning rata-rata adalah lembaga pendidikan tinggi atau universitas, kebanyakan mereka kurang memenuhi standard. Itu bisa dilihat dari jumlah informasi yang bisa diakses oleh calon mahasiswa dari universitas tersebut (Sulistyo-Basuki, 2007). Meski pada dasarnya informasi yang ada di website lembaga pendidikan tersebut ditujukan bagi mahasiswa, namun isinya tidak sampai pada standard intelektual akademi.
  3. Tidak adanya koordinasi dalam penyelenggaraan e-learning (Sulistyo-Basuki, 2007).
    Sebelum Soeharto jatuh, pendidikan kita menganut system sentralisasi. Namun sesudah itu desentralisasi di mana peranan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kini hanya sebagai fasilitator (Sulistyo-Basuki, 2007). Hal ini yang membuat setiap perguruan tinggi menggunakan selera mereka sendiri-sendiri. Bahkan berbeda departemen dalam perguruan tinggi yang sama pun banyak terjadi perbedaan. Tengoklah situs resmi dua buah universitas negeri terkenal di Tanah Air dan telusuri fakultas nursing, kemudian bandingkan dengan fakultas kesehatan lainnya!
  4. Faktor budaya.
    Orang Indonesia lebih menyukai berbicara dari pada menulis (Sulistyo-Basuki, 2007). Karena itu tidak heran jika e-learning tidak begitu popular di antara mahasiswa kita. Mereka lebih menyukai kuliah tatap muka dari pada belajar sendiri. Ratusan ribu komunitas nurses di tIndonesia sepertinya belum sanggup untuk mengusung ide DL ke papan atas.

Pemain Kunci DL

  1. Mahasiswa.
    Tanpa memandang konteks pendidikan, peran primer mahasiswa adalah belajar yang membutuhkan motivasi, perencanaan dan kemampuan menganalisa serta mengaplikasikan materi instruksional yang diajarkan (Uidaho, 2008). Mahasiswa juga perlu menguji derajat kemauan untuk studi lanjut (Darmawansyah, 2008). Sebab, apapun pilihannya, sepanjang didukung oleh kemampuan dasar ini dibarengi tekad yang kuat dan semangat yang tinggi, bakal mengurangi risiko kegagalan.
  2. Program Studi (Prodi).
    Minat dan bakat saja belum cukup dalam menunjang suksesnya program DL. Mahasiswa perlu menyimak ada tidaknya prodi serta prospek lulusannya. Idealnya, nurses bakal memilih prodi sesuai dengan minat dan bakat serta dibutuhkan oleh pasar (Darmawansyah, 2008). Selama ini, jangankan untuk program DL, program reguler saja belum memiliki sistem penjurusan yang memadai untuk nursing. Dibutuhkan kerja keras lembaga pendidikan untuk membuka program spesialisasi sesuai minat ini.
  3. Fasilitator.
    Fasilitator harus menjembatani harapan instruktur/dosen terhadap tujuan belajar mahasiswa (Uidaho, 2008). Guna mendukung proses pembelajaran yang efektif, fasilitator harus berfungsi sebagai kepanjangan mata dan telinga instruktur baik itu menyangkut masalah kelengkapan belajar, pengumpulan assignments, materi ujian, dsb.
  4. Staf Penunjang.
    Mereka ini adalah individual yang memberikan pelayanan penunjang pendidikan seperti registrasi, penyediaan bahan studi, pendistribusian materi belajar, pemesanan buku, pemrosesan laporan penilaian, dll. Uidaho menyebut staf ini sebagai silent hero (2008).
  5. Staff Pengajar.
    Salah satu fondasi yang mendukung keberhasilan DL terpaku pada pundak instruktur. Dalam setting kelas tradisional, tenaga pengajar bertanggung-jawab terhadap materi pembelajaran dan proses pengembangan pemahaman kebutuhan mahasiswa (Uidaho, 2008). Di DL, prinsip ini ditantang dengan jalan misalnya: dosen harus memahami karakteristik dan kebutuhan mahasiswa yang jauh. Bilamana perlu tatap muka. Dosen dituntut mengadopsi sistem pembelajaran yang berbeda di antara keberagaman audiensi. Dosen juga diharuskan berfungsi sebagai fasilitator terampil sekaligus sebagai penyedia materi yang efektif (Uidaho, 2008).

Problem-Based Learning Sebagai Sebuah Pendekatan

Problem-based learning (PBL) adalah sebuah konsep belajar di mana mahasiswa memfokuskan belajar mereka dari awal pada rangkaian masalah-masalah profesional, yang mana pengetahuan dari berbagai disiplin akademi yang terkait dengan masalah tersebut diintegrasikan (Sadlow et al, 1994). Model pembelajaran ini sudah diterapkan di dunia kedokteran lebih dari 25 tahun lalu. Secara historis, nursing termasuk cabang ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas berbagai disiplin ilmu kesehatan yang berupa praktek dan teori. Menerapkan konsep yang sama bagi profesi nursing terkesan relevan.

Schon (1983) mengemukakan bahwa masalah-masalah yang dihadapi seorang profesional setiap hari bukanlah ekspresi dari textbook murni. Kenyataan ini sesuai sekali dengan pengalaman nurses di lapangan yang menghadapi pasien dengan berbagai persoalan kesehatan yang kompleks. Pendidikan yang hanya berfokus pada disiplin akademik, bukan kepada pengetahuan yang semestinya dibutuhkan oleh profesional dalam pandangan ini, justru tidak relevan (Eurodl, 2008). Nurses lulusan D3 yang memiliki pengalaman kerja adalah profesional yang dalam prakteknya membutuhkan pengetahuan yang diharapkan bisa diaplikasikan di lapangan.

Nurses perlu memiliki kemampuan menggunakan startegi dan kerangka kerja guna memenuhi kebutuhan pasien dan mengevaluasinya dengan memanfaatkan pengetahuan profesional. Strategi pencapaian tujuan itu terdapat dalam konsep PBL. PBL ini memiliki dua tujuan yakni pemenuhan kebutuhan profesi dan komunitas akademi (Eurodl,2008). PBL ini bisa diimplentasikan dalam kerangka kerja pendidikan maupun pelatihan-pelatihan nursing.

Menggunakan pendekatan PBL ini dalam lingkungan e-learning memiliki sejumlah keuntungan. Intruktur dapat menciptakan skenario dengan tujuan menstimulasi minat mahasiswa. Skenario ini kemudian dieskplorasi serta dikembangkan oleh mahasiswa dengan kajadian atau suasana di mana mereka berinteraksi dengan pasien dalam situasi yang berbeda. Mahasiswa di sini dituntut mampu menghubungkan dan meneliti kaitan ilmu dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang aktual. Pada tahap ini, kemampuan mahasiswa dalam mengakses berbagi sumber lewat e-learning amat significant.

Tentu saja di sini barangkali ada permasalahan di mana mahasiswa yang menggunakan PBL dalam lingkungan e-learning bagi clinical training mungkin tidak membutuhkan pengetahuan yang memadai untuk kepentingan praktik mereka, atau mahasiswa bisa jadi tidak terorganisir belajarnya atau tidak tercapai kompetensinya sebagaimana yang dikatakan oleh Benner (1984). Namun untuk kasus nurses di sini berbeda. Nurses yang menekuni program DL ini sudah mendapatkan kuliah yang diajarkan oleh ahlinya selama belajar di bangku kuliah. Pada masa DL mereka hanya diberikan kesempatan untuk melengkapi formative assessment guna melihat sejauh mana pemahaman mereka terhadap teori yang diterima di kelas. Jadi, penerapan sistem belajar PBL di sini di dasarkan pada assessment strategy (Eurodl, 2008).

Kesimpulan

Distance Learning adalah sebuah bentuk instruksional di mana mahasiswa dan instruktur terpisah secara geografis. Melalui penggunaan sarana telekomunikasi, mereka dapat melanjutkan pendidikannya tanpa merelokasi university setting. Lulusan program D3 nursing di Indonesia mestinya diuntungkan dengan adanya bentuk pendidikan semacam ini. Sayangnya, minat sejumlah besar mereka yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi ini terbentur dan belum terfasilitasi, walaupun di luar negeri program serupa bukan hal baru. Eksistensi DL sudah diakui mendunia.

Artikel ini berusaha menganalisa jawaban atas keraguan kualitas nurses lulusan D3 yang melanjutkan pendidikan S1 melalui program DL. Pada dasarnya, program ini bukan tidak mungkin diluncurkan di Indonesia. Hanya saja hal ini bisa diwujudkan dengan kerja keras dan kerjasama dari berbagai pihak, tidak cukup apabila didukung hanya oleh lembaga pendidikan, profesi serta masyarakat saja. Sebaliknya, peran Pemerintah sebagai decision maker, harus tegas.

Jika negara-negara lain bisa diuntungkan dengan program yang sama, sepanjang kurikulum dan garis-garis besar pendidikan serta kompetensi yang bakal dicapai kelak oleh para lulusan jelas tergambar, dengan memanfaatkan pendekatan PBL, mengapa DL bagi nurses harus di-anak-tirikan? Apalagi lulusan D3 sudah mengantongi Surat Ijin Praktek, yang nota bene merupakan sebuah dokumen legal. Dari sudut profesional, kompetensinya bisa dipertanggung-jawabkan. Segudang penelitian beberapa dekade ini membuktikan, DL adalah solusi kebutuhan kelanjutan pendidikan nurses, bukannya PR yang harus diperdebatkan!

Penulis adalah lulusan:
  • Program DL, BSN Post Registration USQ Australia 2002
  • Program DL, Post Grad. Diploma Hospital & Healthcare Management Symbiosis Healthcare Center-Pune-India 2003
  • Program DL, Master of Nursing USQ Australia 2004.

Doha, 25 June 2008 - Source : INNA-PPNI

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 11:58 AM | 0 comments ShareThis
Monday, June 23, 2008
Kepada:
Yth. Seluruh Anggota INNA-K
Di –
Kuwait

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan hasil pertemuan Higher Education Kuwait dengan KBRI telah dicapai kesepakatan untuk melakukan penyelesaian masalah Higher Education Perawat Indonesia yang bekerja di Kuwait dengan cara melakukan Verifikasi Ijazah per-individu dilaksanakan oleh PUSDIKNAKES RI.

Dengan ini kami mengundang dan menghimbau kepada seluruh anggota INNA-K untuk:
  1. Menghadiri Pertemuan di KBRI tanggal 29 Juni 2008, jam 16.00 – 19.00 waktu Kuwait. (dihadiri oleh pihak KBRI)
  2. Mengecek berkas data verifikasi yang ada di Koordinator Region kemudian akan kami proses ulang.
  3. Bagi yang tidak terdaftar dalam berkas tersebut secepatnya mengumpulkan fotokopy Ijazah kepada Koordinator Region masing-masing atau Pengurus INNA-K. Kami memberikan tenggat waktu batas akhir sampai dengan tanggal 6 Juli 2008.

Demi kepentingan kita bersama kami menghimbau seluruh anggota INNA-K berperan aktif dalam penyelesaian masalah Higher Education.

Jika tidak mengumpulkan dalam waktu yang telah ditentukan maka INNA-K tidak bertanggung jawab untuk proses penyelesaian Higher Education Anggota INNA-K yang bersangkutan.

Kuwait,23 Juni 2008

PENGURUS INNA-K 2008 – 2010
Ketua

DUDIH HIDAYAT, AMd.Kep

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 12:59 PM | 1 comments ShareThis
Ministry of Health Kuwait (MoH) baru-baru ini menyampaikan bahwa standar baru gaji perawat telah diajukan ke civil services commission dan menunggu untuk disetujui. Standar gaji baru ini akan mencakup bagi perawat Kuwaiti dan non Kuwaiti.

Kami sedang berupaya agar standar gaji baru ini dapat direalisasikan dan akan menjadi motivasi kerja bagi perawat di Kuwait. Standar gaji baru ini akan menghapuskan kesenjangan gaji diantara perawat baru dan perawat lama”, demikian disampaikan oleh Mentri Kesehatan Kuwati Ali Al-Barrak.

Pertimbangan pemberlakuan standar gaji baru ini berpijak pada kenyataan bahwa hampir setiap tahun sebanyak 400 perawat telah mengajukan resign. Padahal jauh sebelum ini MoH telah memberikan increment dan incentive untuk perawat, akan tetapi angka resign tetap saja tinggi.

Ministry of Health Kuwait juga berencana untuk merekrut perawat-perawat baru dari Jordan dan Syria, China, Indonesia, Egypt, India dan beberapa Negara Asia lainnya.

Al-Barrak juga menyampaikan bahwa saat ini telah dibentuk kepanitiaan yang akan menyusun kontrak kerja sama untuk prekrutan perawat baru dari Egypt, India, Indonesia, Jordan, Philippines, Syria, dan Tunis dan akan melakukan interview ke Negara yang dituju untuk kebutuhan sebanyak 1000 perawat. Kebutuhan 1000 perawat ini pun sebenarnya belum memenuhi kebutuhan perawat di Kuwait secara keseluruhan.

Awatef Al-Qatten, MoH’s Nursing Staff Director, dalam laporannya menyampaikan bahwa dalam waktu dekat ini akan diadakan prekrutan perawat ke China, Indonesia, Jordan, dan Syria. Ini mengingat kebutuhan 2000 perawat akibat tingginya angka resign dan pembukaan beberapa fasilitas kesehatan baru.

Sumber : http://www.kuwaittimes.net/ (English)

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 10:51 AM | 1 comments ShareThis
Latar Belakang

Jepang merupakan negara yang memilik jumlah penduduk kurang lebih 130 juta orang dengan luas wilayah 1 per-limanya Indonesia, dan merupakan salah satu negara maju dalam bidang industri dan ekonomi di dunia.

TINGKAT KELAHIRAN ANAK :
  • Tahun 1950-an rata-rata anak yang dilahirkan untuk setiap keluarga adalah 3,7 orang anak
  • Pada tahun 1996 rata-rata anak yang dilahirkan dalam satu keluarga sebanyak 1,4 orang anak
  • Tahun 2004 rata-rata anak yang dilahirkan dalam satu keluarga sebanyak 1,3 orang anak,diprediksikan bahwa jumlah anak yang dilahirkan dewasa ini ada kecenderungan terus berkurang.

Penyebab Berkurangnya tingkat kelahiran anak :
  • Karena usia menikah perempuan, maupun laki-laki cenderung telat. Walaupun ada yang mau menikah atau setelelah menikah tidak sedikit orang Jepang yang suami istri bekerja
  • Kurang adanya bantuan dan dukungan suami terhadap istrinya agar memiliki anak (Ensiklopedi Jepang, 2007)
  • Disebabkan juga dengan pertimbangan yang bermacam-macam, diantaranya, tidak ada waktu untuk mencari jodoh, masalah mahalnya biaya hidup, mahalnya biaya pendidikan dan sebagainya.

PEMBAHASAN

Bertambahnya penduduk usia lanjut di Jepang merupakan masalah bagi Pemerintah Jepang, karena pada umumnya keluarga Jepang tidak bisa mengurus/merawat orang tuanya di rumah sendiri yang mayoritas orang Jepang pada sibuk bekerja.

Dilihat dari budaya Jepang yang cenderung hidup mandiri, pihak lansia tidak mau merepotkan anak-anaknya atau cucu-cucunya. Mereka merasa lebih baik hidup di panti Jompo. Oleh karena itu pengusaha-pengusaha yang membuka panti jompo di Jepang terus bertambah dengan pesat. Jumlah Panti Jompo yang terdata di JS sebanyak 13.000 panti jompo.

Untuk itulah Pemerintah Jepang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dengan ditandanganinya Economi Partnership Agreement Oleh Bapak Presiden Yudhoyono dan Perdana Mentri Abe Shinzo pada tanggal 20 Agustus 2007. Jepang akan merekrut tenaga Perawat dan Care Worker dari Indonesia. Alhamdulillah rencana tersebut baru terwujud dewasa ini, Tepatnya Kamis 5 Juni 2008 sejumlah 240 orang Perawat mengikuti Test seleksi program ke Jepang. Dari jumlah tersebut yang dinyatakan lulus adalah 174 Perawat, Mereka akan segera diberangkatkan sekitar tanggal 3 - 8 agustus 2008 nanti.

Menurut informasi yang didapat dari beberapa Perawat yang berhasil lulus test, Mereka ditawarkan dengan starting salary sekitar 200.000-250.000 yen atau Rp 17,9 juta. Bagi Rekan-rekan Perawat yang berminat bekerja diluar negeri atau berkeinginan mencari suasana kerja baru bagi Perawat yang saat ini sudah bekerja di negara lainnya, Informasi perekrutan ke Jepang tahap selanjutnya berkisar bulan Februari dan Maret 2009.

PERSYARATAN CALON PERAWAT :
  1. Kualifikasi sebagai perawat terregistrasi
  2. Usia 21-35 tahun
  3. Berijasah D III atau lulusan dari Fakultas Keperawatan di Indonesia
  4. Pengalaman di klinik, RS, Puskesmas minimal 2 tahun
  5. Diusulkan kepada Pemerintah Jepang oleh pemerintah Indonesia
  6. Masuk ke negara Jepang sesuai waktu yang ditentukan pemerintah Jepang
  7. Medical check up yang menyatakan sehat
  8. Mengikuti wawancara dan psikotes
  9. Mengikuti salah satu kegiatan dalam waktu tinggl sementara di Jepang yang bertujuan untuk mencapai kualifikasi sebagai perawat sesuai dengan peraturan pemerintah Jepang (Kangoshi) :
    a. Pelatihan bahasa Jepang selama 6 bulan
    b. Bekerja untuk mendapatkan pengetahuan dan skill dibawah pengawasan dari Kangoshi di RS setelah pelatihan bahasa Jepang
    c. Lulus ujian Kangoshi

Sumber : Kiriman artikel dari dedi_hasan@yahoo.com dan wawancara langsung Tim website ke peserta yang lulus test ke Jepang (Robiun CS).

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 6:36 AM | 1 comments ShareThis
Tuesday, June 10, 2008
Beberapa hari lalu, jum’at tanggal 6 juni, Persatuan Masyarakat Indonesia di Kuwait dan Bahrain (PERKIBAR ) bersama pihak KBRI Kuwait mengadakan seminar pendidikan dan kewirausahaan dengan topik "Sekolah Alam" (School of Universe). Hadir pada kesempatan tersebut key note speaker Bapak Lendo Novo, Beliau adalah penemu dan pendiri sekolah alam di indonesia.

Acara di setting oleh Panitia dengan istilah dibuat ‘sesantai mungkin’ ini, dikemas dengan dialog interaktif antara Lendo Novo dengan Pemandu yang sudah tidak asing lagi Bapak Ananta serta diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan dari peserta.

Banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh peserta, mulai dari hal mendasar berkaitan dengan sekolah alam. Seperti apa sih yang disebut dengan sekolah alam tersebut? Siapa saja murid-muridnya? Bagaimana proses belajar mengajarnya? Yang berlanjut sampai dengan pertanyaan sudah berapa banyak sekolah alam di indonesia dan lain seterusnya, kebetulan saya tidak bisa mengingat semuanya.

Mungkin saya pada kesempatan ini tidak akan menceritakan atau menjawab pertanyaan–pertanyaan tersebut, karena hemat saya alangkah lebih baik bagi yang penasaran langsung saja menghubungi panitia seminar, dijamin akan diberikan jawaban yang komplet atau diberi artikelnya.

Namun ada hal yang menarik untuk dicermati, salah satu pertanyaan dari peserta yang menanyakan "Mungkinkah kita mendirikan sekolah alam di Kuwait??" mengingat belum ada Indonesian School disini sementara banyak teman-teman disini mempunyai anak sudah cukup besar dan menginjak usia sekolah pada kebingungan untuk mengirimkan anak-anaknya kesekolah yang mana. Artinya sekolah indonesia untuk anak-anak kita sangat dibutuhkan sekarang ini.

Pada kesempatan itu Lendo Novo menjawab diplomatis, beliau menuturkan di indonesia dengan modal 35 juta hasil patungan 6 orang sudah bisa mendirikan sekolah alam. Kenapa disini tidak bisa padahal dengan kesejahteraan yang jauh lebih baik dari saudara kita di Indonesia.

Dari pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwasanya untuk menyelenggaqrakan School of Universe di Kuwait bukan merupakan sesuatu yang mustahil atau sangat mungkin dilakukan disini. Hanya saja menurut hemat saya, ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi atau di perjelas antar lain adalah :

Pertama, System pendidikan yang akan diterapkan disini, karena yang kita pahami School of Universe adalah sekolah alam dimana anaka-anak belajar bebas, berinteraksi di alam terbuka tidak dibatasi oleh bangunan, tetapi kita ketahui alam disini sangat jauh berbeda dengan di Indonesia, cuaca yang tidak nyaman ketika musim panas, karena udara sangat panas dan ketika musim dingin udara bisa sangat dingin, Hal ini sangat memberatkan terutama bagi anak-anak.

Yang kedua, Ada peran dan kesanggupan dari pihak KBRI untuk mengawal serta memfasilitasi serta mendukung program ini. Seperti kita ketahui bagaimanapun kekuatan birokrasi yang formal dan absyah terletak di lembaga ini, mempunyai kewenangan serta kekuatan birokrasi dan lobi yang kuat baik dengan pemerintah Indonesia sendiri maupun dengan pemerintahan Kuwait disini terutama berkaitan dengan masalah perizinan.

Yang ketiga, Mungkin yang tidak kalah pentingnya adalah biaya pendidikan School of Universe ini. Semaksimal mungkin harus bisa dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia yang mencari nafkah dikuwait, Seperti kita ketahui masyarakat Indonesia yang bekerja disini terdiri dari berbagai professional dengan pendapatan yang berbeda-beda.

Yang terakhir, adalah status dan pengakuan Universe School ini. Apakah sejajar dengan sekolah–sekolah formal lainya seperti di Negara kita, misalnya mempunyai hak mendapatkan ijazah yang diakui oleh Negara dan apakah bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini sangat penting jangan sampai ketika sekolah sudah berdiri, pendidikan sudah dimulai tapi status dan pengakuan tidak ada dari pemerintah.

Mungkin itulah beberapa point penting untuk diklarifikasi. Namun demikian, secara umum saya pribadi memberikan appreciate dan mendukung program ini. Mudah-mudahan bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling tidak seminar ini merupakan langkah awal yang bagus serta wacana besar untuk memberikan motivasi kepada masayarakat Indonesia disini untuk memiliki Indonesian school sehingga untuk kedepanya tidak ada lagi alasan bagi teman-teman untuk mengirimkan anaknya pulang kampoeng dengan dalih tidak ada sekolah Indonesia disini, agar keutuhan sebagai keluarga bisa tetap terjaga. Wallahu’alam bishowab.


Ka. INNA-Kuwait

Dudih hidayat

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 12:39 AM | 0 comments ShareThis
Friday, June 6, 2008
Pagi ini (Jumát, 06 Juni 2008) Tim Website INNA-K yang diwakili Mas Ocha berkunjung ke Guest House para Perawat Ambulance yang tiba Selasa lalu di Kuwait. Mereka yang berjumlah 31 orang, satu per satu hadir berkumpul diruangan untuk saling memperkenalkan diri. Wal hasil, Mas Ocha banyak lupa nama mereka semua...blushing. Namun daftar nama serta alumni para Perawat Ambulance dapat terhimpun semua dan dapat dilihat dibawah ini :

Klik untuk memperbesarnya

Jumlah ini merupakan gelombang pertama dari total 33 orang yang telah dipersiapkan visa nya, dua diantaranya akan menyusul kemuadian. Menurut Ketua rombongan Perawat Ambulance, salah satu dari rekannya yang tertinggal (Putra dari Pak Muji Staff KBRI Kuwait) mengalami permasalahan di Tiket Pesawat. Tiket Pesawat yang tadinya sudah dikirmkan ternyata dicancel karena nama yang bersangkutan dianggap sama dengan rekan Perawat anggota INNA-K yang baru saja resign. Sehingga harus diurus dan menunggu waktu penyelesaiannya.

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 10:25 PM | 0 comments ShareThis
Thursday, June 5, 2008

Pesawat Kuwait Airways terlihat besar dan kokoh berhenti di Bandara. Selasa(04/05) pagi jam 06.30 am adalah pagi yang cerah, matahari sudah menyingsing bertengger di ufuk timur dengan tegarnya, seolah bergembira siap menyambut kedatangan Perawat ambulan yang baru tiba dari Jakarta. Tigapuluh satu Perawat ambulan terlihat sedang menunggu di pinggir ruas jalan keluar masuk air port, ngobrol, sambil duduk di koper, ada yang sesekali bermain asap dari mulunya menyedot si puntung merah. Wajah yang cape dan kusut terlihat dari wajah-wajahnya, mereka melihat pemandangan lain seolah mimpi.

Panas itulah yang mereka rasakan, udara pagi tapi sudah terasa panasnya, memang musing panas telah tiba. Wajah penuh semangat untuk menggali dinar di Kuwait ini terlihat tak kenal lelah, tampak ketika rombongan pengurus INNA-K datang menyambut mereka membuyarkan obrolan dan lamunan mereka. Ahlan wasahlan di Kuwait, sambut Dudi Nurdiman (Sekretaris INNAK) yang datang menunggang Pathfinder Merah milik Mustar Abudullatif bersama Iin Inardi, Boby dan Eko bersalaman dan berpelukan gembira, selamat bergabung dengan kami menggali dinar di gurun pasir, mudah-mudahan kerasan.

Mereka yang datang melalui PT. Binawan milik Saleh Al Wani ini telah lama menunggu visa kerja ke Kuwait kurang lebih sudah setahun dua bulan, keberadaan mereka akan memeperkuat armada Perawat di Kuwait terutama di ambulan yang selama ini tidak ada Perawat Indonesia yang bekerja diposisi tersebut. Mereka juga disambut oleh MR. Ali dari Ministry of Health Kuwait(MOH), dia menyampaikan rasa senang dengan Perawat Indonesia yang kemudian memberikan pengarahan berkaitan dengan tempat tinggal (hostel) dan formalitas yang akan dilakukan dimana mereka besoknya harus langsung ke MOH untuk formalitas tutur MR. Ali.

Setibanya di Hostel Khaitan Farwania, dekat dengan Hostel Perawat lama di gedung baru berwarna merah hati. Sambil menunggu Fawas datang yang akan membagikan kamar, mereka minum air yang disediakan oleh Boby. Boby sangat senang karena adiknya juga ikut dalam rombongan ini. INNA-K memberikan sambutan dengan perkenalan dan mengenalkan organisasai INNA-K sebagai organisai Perawat di Kuwait, kemudian pengurus INNA-K memberikan pandangan tentang penduduk Indonesia disini, cuaca, teman kerja sampai dengan proses formalitas Kuwait yang disampaikan oleh Eko. Pesannya, selama formalitas selalu menjaga setamina agar pada saat pemeriksaan kesehatan bisa lulus semua, serta mengedepankan kebersamaan dan saling membantu sesama teman serta jangan lupa kontak person INNA-K atau teman-teman harus dicatat untuk memudahkan jika suatu saat menemui kesulitan. INNA-K bersedia membantu selama proses formalitas berlangsung.

Fawas datang, meraka ditempatkan di lantai 2 dan 3, jika teman-teman ada yang ingin berkunjung silahkan tapi ‘mamnu’ tidak boleh nginap begitu kata Khalid nama fawas yang membagikan kamar kepada mereka. (Abu Muhammad/INNA-K)

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 9:58 AM | 0 comments ShareThis
Tuesday, June 3, 2008
Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Kuwait dan Bahrain (PERKIBAR) akan menyelenggarakan seminar pendidikan pada tanggal 6 Juni 2008 pukul 14.30 - 18.00 WK dengan pembicara Lendo Novo di Rawdah - Kuwait. Seminar ini mengambil tema "Rahasia Mencetak Anak bangsa Kelas Dunia". Berikut selebaran yang dapat Anda baca :

Klik pada gambar untuk memperbesar

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 12:10 AM | 0 comments ShareThis
Monday, June 2, 2008
Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Anil Vachani, Asisten Profesor obat-obtan di Universitas Pennsylvania mengungkapkan bahwa pemeriksaan darah untuk gen tertentu mungkin lebih efektif dalam mendeteksi tahap awal kanker paru daripada metode sekarang seperti pemeriksaan CT-scans dan Biopsi.

Tes terbaru mengacu pada pemeriksaan sifat gen pada sel darah putih pasien, dimana ditemukan type dari gen ini dapat mengungkapkan ada atau tidaknya kanker pada diri seseorang (Info Prof Vachani).

Penelitian dilakukan pada sekelompok orang yang dibagi kedalam 2 group. Group pertama yang berjumlah 44 orang yang telah diketahui adanya tanda-tanda tahap awal kanker paru, Sedangkan group kedua terdiri dari 52 orang yang mana mereka dijadikan subyek perbandingan dan dipilih berdasarkan usia yang hampir sama, jeni kelamin (seks), ras serta status merokok.

Dengan membandingkan berbagai susunan genetik didalam upaya memperoleh kombinasi yang baik untuk diketahui adanya kanker, Para peneliti berhasil mengindentifikasi adanya
15 susunan gen yang mengarah pada kanker paru-paru. Sehingga hal ini dinilai 87% merupakan cara terbaik dalam menentukan kanker paru apabila dibandingkan dengan metode CT-scan yang hanya mampu mendeteksi 20% - 60% dari subyek yang ada.

Profesor Vachani lebih lanjut menjelaskan bahwa mereka yang diketahui mengalami tahap awal kanker paru-paru sebenarnya telah disarankan menjalani pemeriksaan intensif, seperti CT-scan lanjutan, PET scans atau Biopsi.

Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa kanker paru-paru berhubungan erat dengan peredaran sel darah putih dan perubahan bentuk type gen yang aktif dalam sel darah putih itu sendiri. Harapan beliau (Prof Vachani-red) penelitian ini dapat lebih dikembangkan dan dilakukan pada jumlah penduduk yang lebih banyak.

Tes diagnostik ini dapat lebih akurat dalam mengetahui risiko kanker pada diri seseorang, Hal ini sangatlah berharga dan mempunyai implikasi ekonomi yang sangat penting dalam mengurangi tindakan pembedahan yang tak perlu, biopsi dan CT-scan yang berulang.

Sumber : (abs-cbnnews.com/storyPage.aspx?storyId=118783).

Labels:


Baca Selengkapnya...
 
posted by inna-k at 9:46 PM | 0 comments ShareThis



WWW.SMART-PIN-KUWAIT.BEC.BNI

Contact Us at email : admin@inna-k.org or Call: +96560739733