Sunday, July 13, 2008

Dalam siaran pers KJRI Osaka disebutkan, mulai bulan Juli 2008 ini hingga akhir tahun depan, sebanyak seribu tenaga perawat (400 orang) dan care giver (600 orang) akan dipekerjakan di berbagai rumah sakit dan panti jompo di Jepang.
Selama enam bulan pertama mereka akan mengikuti kursus bahasa dan kursus-kursus wajib lainnya, untuk kemudian baru disebar ke berbagai tempat pekerjaannya, terutama di kawasan Kansai (Jepang bagian barat).
"Untuk menguasai bahasa Jepang secara fasih cukup sulit, karena menggunakan tiga jenis karakter yaitu 'kanji', 'hiraga', dan 'katakana'," ujar Elsi Dwi Hapsari, mahasiswa program doktor bidang keperawatan Universitas Kobe.
Kemampuan komunikasi sehari-hari, katanya, bisa saja dicapai dalam waktu relatif singkat, namun untuk membaca dan menulis, apalagi untuk berkomunikasi membahas suatu penyakit yang sarat dengan istilah teknis, tidak akan mungkin tercapai hanya dalam waktu satu-dua tahun.
Namun demikian, pandangannya yang ditulis bersama Prof. Dr. Hiroya Matsuo itu juga menyebutkan bahwa Jepang mengakui kompetensi yang dimiliki perawat-perawat Indonesia. saat ini sebanyak 45 persen rumah skait di Jepang bersedia menampung perawat Indonesia.
Sementara itu, Acting Konsul Jenderal Osaka, Mozes Tandung Lelating mengatakan, persoalan ini perlu mendapatkan perhatian besar dari kedua belah pihak baik Jepang maupun Indonesia, guna mencegah terjadinya persoalan yang lebih besar lagi dikemudian hari.
"Apalagi pelaksanaan EPA sudah mulai berlaku efektif hari ini, sehingga berbagai pemantauan dan masukan tetap diperlukan untuk mengawal agar kerjasama ini menjadi lebih baik lagi," katanya.
Setelah bertugas 3-4 tahun, para perawat dan perawat jompo tersebut harus lulus ujian kompetensi keperawatan yang hanya diselenggarakan dalam bahasa Jepang. Kalau gagal akan dipulangkan, namun jika lulus tetap diperkenankan bekerja di Jepang.
Di Tokyo, implementasi EPA dimulai dengan rapat bersama antara delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Perdagangan Mari Pangestu, dan pihak jepang yang dimotori oleh Menlu Jepang Masahiko Komura.
Rapat pertama EPA ini menandatangani berbagai standar prosedur dan operasional dari kerjasama EPA, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terdapat kesalahan penafsiran, sehingga kelancaran arus barang dan jasa, serta investasi tetap bisa berjalan dengan baik.
Meksi situasi ekonomi Jepang mengalami "slow down" dan dunia berada dalam bayang-bayang resesi yang meluas, kedua pejabat negara itu tetap optimisi bahwa kerjasama EPA mampu membangkitkan perekonomian kedua belah pihak. (ann) Ref: (Waspada.co.id)
Labels: Keperawatan