Tuesday, November 24, 2009
Kematian ibu melahirkan secara umum di NTT sebagian besar akibat gizi buruk dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Demikian dikatakan Bupati Timor Tengah Selatan Paul VR Mella ketika ditemui di SoE, ibu kota Timor Tengah Selatan, Jumat (20/11).
Untuk menekan jumlah kematian bayi, kader posyandu, Alexander Leokuna, rutin berkeliling ke rumah-rumah penduduk di Desa O’Obibi, Kecamatan Kot’Olin, untuk melakukan penyuluhan mengenai pentingnya posyandu bagi ibu dan balita.
Melihat pentingnya masalah kesehatan, masyarakat desa akhirnya sepakat memberlakukan denda Rp 2.500 bagi yang tidak datang ke posyandu. ”Kalau tidak dipaksa, banyak yang tidak mau datang,” kata Leokuna, yang sudah 10 tahun menjadi kader posyandu.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Timor Tengah Selatan akan tenaga kesehatan, Mella mengatakan, daerahnya tidak hanya membutuhkan tambahan dokter pegawai tidak tetap (PTT), tetapi juga—jika memungkinkan—bidan dan perawat PTT. Saat ini di satu puskesmas hanya ada lima bidan. Padahal satu puskesmas melayani sekitar 18.000 penduduk di dua-tiga kecamatan. Untuk menjangkau seluruh pelosok desa di Timor Tengah Selatan diperlukan 228 bidan.
”Banyak tenaga kesehatan bukan PNS, tetapi sukarelawan yang mendapat bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus,” kata Mella.
Karena jumlah anggaran kesehatan di pemerintah daerah tidak mencukupi semua kebutuhan dasar masyarakat, Mella berharap Pemerintah Provinsi NTT dan Departemen Kesehatan bisa memberikan tambahan dokter, bidan, dan perawat PTT karena pemerintah kabupaten tidak diizinkan mengangkat tenaga honorer. ”Itu aturannya. Jadi harus ada intervensi provinsi dan pusat,” ujarnya.
Tahun lalu Timor Tengah Selatan pernah mengajukan permohonan 18 tenaga kesehatan. Namun, jumlah pendaftar tak sesuai dengan harapan. ”Mungkin setelah melihat sulitnya medan di Timor Tengah Selatan, orang tak mau datang,” kata Mella. (LUK)
Suber : Kompas.Com
Labels: Info, Pengumuman